Pages

Kamis, 27 Desember 2012

Asal Mula Nama Pulau Besar Indonesia







Sumatera:


Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.

Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.

Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.

Lalu dari manakah gerangan nama “Sumatera” yang kini umum digunakan baik secara nasional maupun oleh dunia internasional? Ternyata nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau.

Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.

Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita: Sumatera

Jawa:

Asal-usul nama 'Jawa' tidak jelas. Salah satu kemungkinan adalah bahwa para musafir dari India menamakan pulau ini berdasarkan tanaman jáwa-wut, yang sering dijumpai . Ada kemungkinan lain sumber: kata Jau dan variasinya berarti "di luar" atau "jauh". Dan, dalam bahasa Sansekerta yava berarti barley atau Jelai atau Jawawut, tanaman yang terkenal pulau itu. Sumber lain menyatakan bahwa kata "Jawa" berasal dari Proto-Austronesia yang berarti 'rumah'.

Kalimantan:

• Pertama.
Borneo dari kata Kesultanan Brunei Darussalam yang sebelumnya merupakan kerajaan besar dan luas (mencakup Serawak dan sebagian Sabah karena sebagian Sabah ini milik kesultanan Sulu-Mindanao. Para pedagang Portugis menyebutnya Borneo dan digunakan oleh orang-orang Eropa. Di dalam Kakimpoi Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 Kerajaan Brunei kuno disebut "Barune", sehingga ada pula yang menyebutnya "Waruna Pura". Namun penduduk asli menyebutnya sebagai pulo Klemantan.
• Kedua.
Menurut Crowfurd dalam Descriptive Dictionary of the Indian Island (1856), kata Kalimantan adalah nama sejenis mangga sehingga pulau Kalimantan adalah pulau mangga namun dia menambahkan bahwa kata itu berbau dongeng dan tidak populer.
• Ketiga.
Menurut Dr. B. Ch. Chhabra dalam jurnal M.B.R.A.S vol XV part 3 hlm 79 menyebutkan kebiasaan bangsa India kuno menyebutkan nama tempat sesuai hasil bumi seperti jewawut dalam bahasa sanksekerta yawa sehingga pulau itu disebut yawadwipa yang dikenal sebagai pulau Jawa sehingga berdasarkan analogi itu pulau itu yang dengan nama Sansekerta Amra-dwipa atau pulau mangga.
• Keempat.
Menurut dari C.Hose dan Mac Dougall menyebutkan bahwa kata Kalimantan berasal dari 6 golongan suku-suku setempat yakni Dayak Laut (Iban), Kayan, Kenya, Klemantan, Munut, dan Punan. Dalam karangannya, Natural Man, a Record from Borneo (1926), C Hose menjelaskan bahwa Klemantan adalah nama baru yang digunakan oleh bangsa Melayu.
• Kelima.
Menurut W.H Treacher dalam British Borneo dalam jurnal M.B.R.A.S (1889), mangga liar tidak dikenal di Kalimantan utara. Lagi pula Borneo tidak pernah dikenal sebagai pulau yang menghasilkan mangga malah mungkin sekali dari sebutan Sago Island (pulau Sagu) karena kata Lamantah adalah nama asli sagu mentah.
• Keenam.
Menurut Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya Sriwijaya (LKIS 2006), kata Kalimantan bukan kata melayu asli tapi kata pinjaman sebagai halnya kata malaya, melayu yang berasal dari India (malaya yang berarti gunung). Kalimantan atau Klemantan berasal dari Sanksekerta, Kalamanthana yaitu pulau yang udaranya sangat panas atau membakar (kal[a]: musim, waktu dan manthan[a]: membakar). Karena vokal a pada kala dan manthana menurut kebiasaan tidak diucapkan, maka Kalamanthana diucap Kalmantan yang kemudian disebut penduduk asli Klemantan atau Quallamontan yang akhirnya diturunkan menjadi Kalimantan.
http://forum.viva.co.id/images/smilies/mantap.gifhttp://forum.viva.co.id/images/smilies/mantap.gifhttp://forum.viva.co.id/images/smilies/mantap.gif


Quote:

Sulawesi:



Orang Portugis adalah yang pertama merujuk ke Sulawesi sebagai 'Celebes'. Arti nama ini tidak jelas. Satu teori mengklaim kalau itu berarti "sulit untuk dicapai" karena pulau tersebut dikelilingi arus laut dan air dan sungai yang deras. Nama modern 'Sulawesi' mungkin berasal dari kata-kata sula ( 'pulau') dan besi ( 'besi') dan dapat merujuk kepada sejarah ekspor besi dari Danau Matano yang kaya akan deposit bijih besi.


Irian Jaya atau Papua:


Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea).

Setelah berada di bawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Irian sendiri merupakan kependekan dari Ikut Republik Indonesia, Anti Nederland (join/follow the Republic of Indonesia, rejecting the Netherlands)

Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.

Kata Papua sendiri berasal dari bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asli.

Nama Indonesia Di Masa Lalu




1. Hindia

Nama Hindia ini adalah ciptaan dari Herodotus, seorang ahli ilmu sejarah berkebangsaan Yunani (484-425 Sebelum Masehi) yang dikenal dengan Bapak Ilmu Sejarah. Adapun nama Hindia ini baru dipergunakan untuk kepulauan ini, oleh Ptolomeus (100-178 SM), seorang ahli ilmu bumi yang terkenal. Dan nama Hindia ini menjadi terkenal sesudah bangsa Portugis di bawah pimpinan Vascvo da Gama mendapati kepulauan ini dengan menyusur sungai Indus, dalam tahun 1498 Masehi.

2. Nederlandsch Oost-Indie

Nama ini diberikan oleh orang-orang Belanda sesudah mereka berkuasa disini. Kemudian nama ini ditukar dengan “Nederlandsch Indie”. Seperti diketahui, bangsa Belanda untuk pertama kalinya datang ke Indonesia dalam tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman.

3. Insulinde

Nama ini diberikan oleh Eduard Douwes Dekker (multatuli) di dalam bukunya Max Havelaar dalam tahun 1860, kemudian nama ini dipopulerkan oleh Professor P.J. Veth. Multatuli membuat nama baru ini, oleh karena ia jijik mendengar nama Nederlandsch Indie yang diberikan oleh Belanda itu. Adapun asal usul perkataan tersebut ialah berasal dari perkataan “Insulair”, “Insula” dan “Indus”. Insula dalam bahasa latin yang berarti pulau. Indus berarti Hindia, sedangkan Insilinde artinya pulau Hindia.

4. Nusantara

Nama ini ditemui dalam perpustakaan India Kuno, yang menyebut negeri ini Nusantara. Adapun Nusantara atau Dwipantara artinya pulau-pulau yang berada diantara benua-benua. Dalam kitab Negarakertagama disebutkan, bahwa Nusantara ialah pulau-pulau di luar tanah Jawa. Sedangkan dalam sejarah Melayu dipakai nama: Nusa Tamara. Nama inipun sesungguhnya berasal dari perkataan yang diucapkan Nusantara.

5. The Malay Archipelago

Nama ini diciptakan oleh Alfred Russel Wallace dalam tahun 1869, sesudah ia mengadakan perlawatan ke tanah air kita, dari tahun 1854 sampai dengan 1682. Adapun “Malay” artinya Melayu, “Archipel” yang berasal dari bahasa Yunani “Archipelagus” (dari asal Archi=memerintah, plagus= laut). Dengan demikian berarti menguasai laut atau berarti kumpulan pulau-pulau Melayu.

5 Kebudayaan Orang Indonesia Yang Mulai Hilang

1. Cium Tangan Pada Orang Tua
Kita sebagai orang Indonesia yang berbudi luhur pasti tahu dengan budaya yang akan dibahas ini, tapi belakangan kita bisa melihat, merasakan (bahkan mungkin mengalami) udah mulai berkurang. Jadi, kami coba angkat deh, supaya Anda mau mengembalikan budaya kita, menjadi budaya sesungguhnya




2. Penggunaan tangan kanan
Biasanya sih dibilang “salim“, bila di semasa saya hal ini merupakan kewajiban anak kepada orang tua disaat ingin pergi ke sekolah atau berpamitan ke tempat lain. Sebenarnya hal ini penting loh, selain menanamkan rasa cinta kita sama ortu, cium tangan itu sebagai tanda hormat dan terima kasih kita sama mereka, sudahkah kalian mencium tangan orang tua hari ini?




3. Senyum dan Sapa
Bila di luar negeri sih, saya rasa gak masalah dengan penggunaan tangan baik kanan ataupun kiri, tapi hal ini bukanlah budaya kita. Budaya kita mengajarkan untuk berjabat tangan, memberikan barang, ataupun makan menggunakan tangan kanan.
 
(kecuali memang di anugerahi kebiasaan kidal sejak lahir)





4. Musyawarah
Ini sih Indonesia banget! Dulu citra bangsa kita identik dengan ramah tamah dan murah senyum. So, jangan sampai hilang, ya! Ga ada ruginya juga kita ngelakuin hal ini, toh juga bermanfaat bagi kita sendiri. Karena senyum itu ibadah dan sapa itu menambah keakraban dengan sekitar kita.



5. Gotong Royong
Satu lagi budaya yang udah jarang ditemuin khususnya di kota-kota besar semisal Jakarta. Kebanyakan penduduk di kota besar hanya mementingkan egonya masing-masing, pamer inilah itulah, mau jadi pemimpin kelompok ini itu dan bahkan suka main hakim sendiri.
 

Tapi coba kita melihat desa-desa yang masih menggunakan budaya ini mereka hidup tentram dan saling percaya, ga ada yang namanya saling sikut dan menjatuhkan, semua perbedaan di usahakan secara musyawarah dan mufakat. Jadi sebaiknya Anda yang ‘masih’ merasa muda harus melestarikan budaya ini demi keberlangsungan negara Indonesia yang tentram dan cinta damai.

Dan budaya yang terakhir“Itu bukan urusan gue!“, “emang gue pikiran“, Whats up bro? Ada apa dengan kalian? Hayoolah kita sebagai generasi muda mulai menimbulkan lagi rasa simpati dengan membantu seksama, karena dengan kebiasaann seperti inilah bangsa kita bisa merdeka saat masa penjajahan, ga ada tuh perasaan curiga, dan dulu persatuan kita kuat.

Kamis, 06 Desember 2012

Candi Borobudur dan Nabi Sulaiman As



Menurut Sami bin Abdullah al-Maghluts, dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul, Nabi Sulaiman diperkirakan hidup pada abad ke-9 Sebelum Masehi (989-931 SM), atau sekitar 3.000 tahun yang lalu. Sementara itu, Candi Borobudur sebagaimana tertulis dalam berbagai buku sejarah nasional, didirikan oleh Dinasti Syailendra pada akhir abad ke-8 Masehi atau sekitar 1.200 tahun yang lalu. Karena itu, wajarlah bila banyak orang yang mungkin tertawa kecut, geli, dan geleng-geleng kepala bila disebutkan bahwa Candi Borobudur didirikan oleh Nabi Sulaiman AS.

Candi Borobudur merupakan candi Budha. Berdekatan dengan Candi Borobudur adalah Candi Pawon dan Candi Mendut. Beberapa kilometer dari Candi Borobudur, terdapat Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Plaosan, dan lainnya. Candi-candi di dekat Prambanan ini merupakan candi Buddha yang didirikan sekitar tahun 772 dan 778 Masehi.

Lalu, apa hubungannya dengan Sulaiman? Benarkah Candi Borobudur merupakan peninggalan Nabi Sulaiman yang hebat dan agung itu? Apa bukti-buktinya? Benarkah ada jejak-jejak Islam di candi Buddha terbesar itu? Tentu perlu penelitian yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak untuk membuktikan validitas dan kebenarannya.

Namun, bila pertanyaan di atas diajukan kepada KH Fahmi Basya, ahli matematika Islam itu akan menjawabnya; benar. Borobudur merupakan peninggalan Nabi Sulaiman yang ada di tanah Jawa.

Dalam bukunya, Matematika Islam 3 (Republika, 2009), KH Fahmi Basya menyebutkan beberapa ciri-ciri Candi Borobudur yang menjadi bukti sebagai peninggalan putra Nabi Daud tersebut. Di antaranya, hutan atau negeri Saba, makna Saba, nama Sulaiman, buah maja yang pahit, dipindahkannya istana Ratu Saba ke wilayah kekuasaan Nabi Sulaiman, bangunan yang tidak terselesaikan oleh para jin, tempat berkumpulnya Ratu Saba, dan lainnya.

Dalam Alquran, kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Saba disebutkan dalam surah An-Naml [27]: 15-44, Saba [34]: 12-16, al-Anbiya [21]: 78-81, dan lainnya. Tentu saja, banyak yang tidak percaya bila Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman.

Di antara alasannya, karena Sulaiman hidup pada abad ke-10 SM, sedangkan Borobudur dibangun pada abad ke-8 Masehi. Kemudian, menurut banyak pihak, peristiwa dan kisah Sulaiman itu terjadi di wilayah Palestina, dan Saba di Yaman Selatan, sedangkan Borobudur di Indonesia.

Tentu saja hal ini menimbulkan penasaran. Apalagi, KH Fahmi Basya menunjukkan bukti-buktinya berdasarkan keterangan Alquran. Lalu, apa bukti sahih andai Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman atau bangunan yang pembuatannya merupakan perintah Sulaiman? 

Menurut Fahmi Basya, dan seperti yang penulis lihat melalui relief-relief yang ada, memang terdapat beberapa simbol, yang mengesankan dan identik dengan kisah Sulaiman dan Ratu Saba, sebagaimana keterangan Alquran. Pertama adalah tentang tabut, yaitu sebuah kotak atau peti yang berisi warisan Nabi Daud AS kepada Sulaiman. Konon, di dalamnya terdapat kitab Zabur, Taurat, dan Tingkat Musa, serta memberikan ketenangan. Pada relief yang terdapat di Borobudur, tampak peti atau tabut itu dijaga oleh seseorang.

"Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: 'Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman'." (QS Al-Baqarah [2]: 248).

Kedua, pekerjaan jin yang tidak selesai ketika mengetahui Sulaiman telah wafat. (QS Saba [34]: 14). Saat mengetahui Sulaiman wafat, para jin pun menghentikan pekerjaannya. Di Borobudur, terdapat patung yang belum tuntas diselesaikan. Patung itu disebut dengan Unfinished Solomon.

Ketiga, para jin diperintahkan membangun gedung yang tinggi dan membuat patung-patung. (QS Saba [34]: 13). Seperti diketahui, banyak patung Buddha yang ada di Borobudur. Sedangkan gedung atau bangunan yang tinggi itu adalah Candi Prambanan.

Keempat, Sulaiman berbicara dengan burung-burung dan hewan-hewan. (QS An-Naml [27]: 20-22). Reliefnya juga ada. Bahkan, sejumlah frame relief Borobudur bermotifkan bunga dan burung. Terdapat pula sejumlah relief hewan lain, seperti gajah, kuda, babi, anjing, monyet, dan lainnya.

Kelima, kisah Ratu Saba dan rakyatnya yang menyembah matahari dan bersujud kepada sesama manusia. (QS An-Naml [27]: 22). Menurut Fahmi Basya, Saba artinya berkumpul atau tempat berkumpul. Ungkapan burung Hud-hud tentang Saba, karena burung tidak mengetahui nama daerah itu. "Jangankan burung, manusia saja ketika berada di atas pesawat, tidak akan tahu nama sebuah kota atau negeri," katanya menjelaskan. Ditambahkan Fahmi Basya, tempat berkumpulnya manusia itu adalah di Candi Ratu Boko yang terletak sekitar 36 kilometer dari Borobudur. Jarak ini juga memungkinkan burung menempuh perjalanan dalam sekali terbang.

Keenam, Saba ada di Indonesia, yakni Wonosobo. Dalam Alquran, wilayah Saba ditumbuhi pohon yang sangat banyak. (QS Saba [34]: 15). Dalam kamus bahasa Jawi Kuno, yang disusun oleh Dr Maharsi, kata 'Wana' bermakna hutan. Jadi, menurut Fahmi, wana saba atau Wonosobo adalah hutan Saba.

Ketujuh, buah 'maja' yang pahit. Ketika banjir besar (Sail al-Arim) menimpa wilayah Saba, pepohonan yang ada di sekitarnya menjadi pahit sebagai azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya.  "Tetapi, mereka berpaling maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar[1236] dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr." (QS Saba [34]: 16).

Kedelapan, nama Sulaiman menunjukkan sebagai nama orang Jawa. Awalan kata 'su'merupakan nama-nama Jawa. Dan, Sulaiman adalah satu-satunya nabi dan rasul yang 25 orang, yang namanya berawalan 'Su'. Kesembilan, Sulaiman berkirim surat kepada Ratu Saba melalui burung Hud-hud. "Pergilah kamu dengan membawa suratku ini." (QS An-Naml [27]: 28).  Menurut Fahmi, surat itu ditulis di atas pelat emas sebagai bentuk kekayaan Nabi Sulaiman. Ditambahkannya, surat itu ditemukan di sebuah kolam di Candi Ratu Boko.

Kesepuluh, bangunan yang tinggal sedikit (Sidrin qalil). Lihat surah Saba [34] 16). Bangunan yang tinggal sedikit itu adalah wilayah Candi Ratu Boko. Dan di sana terdapat sejumlah stupa yang tinggal sedikit. "Ini membuktikan bahwa Istana Ratu Boko adalah istana Ratu Saba yang dipindahkan atas perintah Sulaiman," kata Fahmi menegaskan.

Selain bukti-bukti di atas, kata Fahmi, masih banyak lagi bukti lainnya yang menunjukkan bahwa kisah Ratu Saba dan Sulaiman terjadi di Indonesia. Seperti terjadinya angin Muson yang bertiup dari Asia dan Australia (QS Saba [34]: 12), kisah istana yang hilang atau dipindahkan, dialog Ratu Bilqis dengan para pembesarnya ketika menerima surat Sulaiman (QS An-Naml [27]: 32), nama Kabupaten Sleman, Kecamatan Salaman, Desa Salam, dan lainnya. Dengan bukti-bukti di atas, Fahmi Basya meyakini bahwa Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman. Bagaimana dengan pembaca? Hanya Allah yang mengetahuinya. Wallahu A'lam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA

Kapal Nabi Nuh As, di Temukan



Ankara,POL
SEJAK ditemukannya situs kapal Nabi Nuh AS oleh Angkatan Udara Amerika serikat, tahun 1949, yang menemukan benda mirip kapal di atas Gunung Ararat-Turki dari ketinggian 14.000 feet (sekitar 4.600 M). Dan di muat dalam berita Life Magazine pada 1960, saat pesawat Tentara Nasional Turki menangkap gambar sebuah benda mirip kapal yang panjangnya sekitar 150 M. Penelitian dan pemberitaan tentang dugaan kapal Nabi Nuh AS (The Noah’s Ark) terus berlanjut hingga kini.
Seri pemotretan oleh penerbang Amerika Serikat, Ikonos pada 1999-2000 tentang adanya dugaan kapal di Gunung Ararat yang tertutup salju, menambah bukti yang memperkuat dugaan kapal Nabi Nuh AS itu. Kini ada penelitan terbaru tentang dari mana kapal Nabi Nuh AS itu berangkat. Atau di mana kapal Nabi Nuh AS itu dibuat?
Baru-baru ini, gabungan peneliti arkeolog-antropolgy dari dua negara, China dan Turki, beranggotakan 15 orang, yang juga membuat film dokumenter tentang situs kapal Nabi Nuh AS itu, menemukan bukti baru. Mereka mengumpulkan artefak dan fosil-fosil berupa; serpihan kayu kapal, tambang dan paku.
Hasil Laboratorium Noah’s Ark Minesteries International, China-Turki, setelah melakukan serangkaian uji materi fosil kayu oleh tim ahli tanaman purba, menunjukan bukti yang mengejutkan, bahwa fosil kayu Kapal Nabi Nuh AS berasal dari kayu jati yang ada di Pulau Jawa.
Mereka telah meneliti ratusan sample kayu purba dari berbagai negara, dan memastikan, bahwa fosil kayu jati yang berasal dari daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah 100 persen cocok dengan sample fosil kayu Kapal Nabi Nuh AS. Sebagaimana diungkap oleh Yeung Wing, pembuat film documenter The Noah’s Ark, saat melakukan konfrensi pers di Hongkong, Senin (26/4/2010) yang lalu.
“Saya meyakini 99 persen, bahwa situs kapal di Gunung Ararat, Turki adalah merupakan fosil Kapal Nuh yang ribuan tahun lalu terdampar di puncak gunung itu, setelah banjir besar menenggelamkan dunia dalam peristiwa mencairnya gleser di kedua kutub” Jelas Yeung Wing
Pendapat National Turk
Dr.Mehmet Salih Bayraktutan PhD, yang sejak 20 Juni 1987 turut meneliti dan mempopulerkan situs Kapal Nabi Nuh AS, mengatakan: “Perahu ini adalah struktur yang dibuat oleh tangan manusia.” Dalam artikelnya juga mengatakan, lokasinya di Gunung Judi (Ararat) yang disebut dalam Al Qur’an, Surat Hud ayat 44. Sedangkan dalam injil: Perahu itu terdampar diatas Gunung Ararat (Genesis 8 : 4).
Menurut peneliti  The Noah’s Ark, kapal dibuat di puncak gunung oleh Nabi Nuh AS, tak jauh dari desanya. Lalu berlayar ke anta beranta, saat dunia ditenggelamkan oleh banjir besar. Berbulan-bulan kemudian, kapal Nabi Nuh AS merapat ke sebuah daratan asing. Ketika air menjadi surut, maka tersibaklah bahwa mereka terdampar di puncak sebuah gunung.
Bila fosil kayu kapal itu menunjukan berasal dari Kayu jati, dan itu hanya tumbuh di Indonesia jaman purba, boleh jadi  Nabi Nuh AS dan umatnya dahulu tinggal di sana. Saat ini kita dapat saksikan dengan satelit, bahwa gugusan ribuan pulau itu (Nusantara), dahulu merupakan daratan yang luas.
Sedangkan Dr.Bill Shea, seorang antropolog, menemukan pecahan-pecahan tembikar sekitar 18 M dari situs kapal Nabi Nuh AS. Tembikar ini memiliki ukiran-ukiran burung, ikan dan orang yang memegang palu dengan memakai hiasan kepala bertuliskan Nuh.
Dia menjelaskan, pada jaman kuno, barang-barang tersebut dibuat oleh penduduk lokal di desa itu untuk dijual kepada para peziarah situs kapal. “Sejak jaman kuno hingga saat ini, fosil kapal tersebut telah menjadi lokasi wisata,” ujarnya.